Adikku, Bunga yang Bertahan dalam Badai

1 month ago 24

Di ranjang putih rumah sakit
aku melihatmu, adikku,
terbaring dengan wajah yang pucat,
namun matamu masih menyimpan cahaya
seperti lilin kecil
yang menolak padam meski ditiup angin badai.

Kanker…
ia datang bagai pencuri
menggerogoti tubuhmu setapak demi setapak,
menghapus tawa yang dulu selalu menghiasi ruang rumah kita,
menyusupkan rasa sakit
yang tak sanggup kami tahan melihatnya.

Adikku,
engkau seperti bunga mawar di musim hujan,
meski kelopaknya mulai gugur,
tangkainya tetap tegak melawan deras,
akar harapanmu tetap menancap dalam
di tanah doa yang kami taburkan setiap hari.

Setiap rintihanmu adalah luka di dada kami,
setiap senyummu yang dipaksakan
adalah pelajaran tentang arti kekuatan.
Engkau sedang berperang,
bukan hanya dengan penyakit,
tapi juga dengan putus asa
yang sering datang di antara malam dan sepi.

Oh adikku…
jangan kau kira kau sendirian,
ada doa almarhum mama kita yang bergetar di sajadah,
ada harapan almarhum  papa kita yang tak pernah padam,
ada aku, kakakmu
yang setiap malam menyembunyikan tangis
agar kau tetap percaya bahwa esok masih ada.

Kanker, dengarlah!
kau boleh merenggut tubuh ini,
tapi kau tak akan bisa merampas cinta kami,
kau tak akan mampu membunuh semangatnya
yang tumbuh meski dalam sakit.

Adikku,
engkau adalah cahaya
yang mengajari kami arti kesabaran,
engkau adalah bunga
yang tetap mekar meski badai terus menghantam.

Jika tubuhmu lelah,
tenanglah…
di surga nanti,
tak ada lagi rasa sakit,
tak ada lagi air mata,
hanya pelukan Tuhan
yang menenangkan segala resahmu...

(Lindafang)

Read Entire Article
Kuliner | Cerita | | |