
GenPI.co - Sejumlah pelanggaran serius ditemukan pada peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil terkait aktivitas tambang nikel di Raja Ampat.
Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepada Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq mengatakan pihaknya tengah mengevaluasi persetujuan lingkungan sejumlah perusahaan terkait pertambangan nikel ini.
"Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan," kata dia, dikutip Jumat (6/6).
BACA JUGA: Tuai Protes dan Ancam Lingkungan, Bahlil Setop Tambang Nikel di Raja Ampat
Hanif menjelaskan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melakukan pengawasan terhadap pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, pada 26-31 Mei 2025.
Dari hasil pengawasan, KLH menemukan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil.
BACA JUGA: Presiden Jokowi: Jangan Berhenti di Nikel Meski digugat Uni Eropa
Dalam pengawasan tersebut, ditemukan perusahaan tambang nikel PT GN, PT KSM, PT ASP dan PT MRP mengantongi Izin Usaha Pertambangan.
Namun demikian, hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
BACA JUGA: Korupsi Tambang Nikel di Sulawesi, Negara Rugi Rp 190 Miliar
PT ASP perusahaan penanaman modal asing asal China diketahui melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas kurang lebih 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News